BLORA, Lingkarjateng.id – Kabupaten Blora terkenal sebagai salah satu daerah dengan populasi sapi terbesar di Jawa Tengah. Prestasi itu mendorong Pemerintah Kabupaten Blora untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas produksi sapi, salah satunya dengan memanfaatkan metode inseminasi buatan.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan (DP4) Kabupaten Blora, Ngaliman, menjelaskan bahwa dengan pemanfaatan teknologi inseminasi buatan dapat menghasilkan sapi lokal kualitas unggul.
“Dengan adanya inseminasi buatan ini akan ada peningkatan genetik. Jadi performanya bisa menjadi besar, karena dari sapi-sapi pejantan unggul. Sehingga peningkatan beratnya bisa sampai satu ton, sedangkan sapi lokal betina ini awalnya ‘kan termasuk kecil,” ucap Ngaliman ketika diminta keterangan pada Minggu, 4 Februari 2024.
Inseminasi buatan, terang Ngaliman, merupakan proses memasukkan semen beku (spermatozoa) yang telah dicairkan dari jantan unggul, ke dalam saluran reproduksi betina (sapi lokal).
Metode inseminasi buatan, menurutnya, juga mampu meminimalkan risiko yang terjadi saat proses pengawinan silang sapi untuk menghadirkan bibit sapi unggul.
“Kalau perkawinan alam ini risiko yang dihasilkan besar, seperti kecelakaan saat proses perkawinan karena fisik pejantan yang terlalu besar, hingga lainnya. Tapi dengan adanya disuntik (inseminasi buatan) ini satu kali pengambilan semen beku ini bisa 200 bibit dan ini menjadikan lebih efisien sehingga akan menghasilkan pejantan yang lebih baik,” bebernya.
Ia mengatakan, semen beku itu diperoleh dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran melalui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang ditampung di bank semen DP4 Blora di Kecamatan Tunjungan. Kemudian, petugas inseminasi buatan akan mengambil dan mendistribusikan ke desa-desa dua minggu sekali.
“Dulu pedet (anak sapi) yang baru lahir harganya hanya kisaran Rp1 juta. Kalau sekarang bisa Rp2 hingga Rp3 juta. Dan kenaikan beratnya juga cukup signifikan yang awalnya 300 kg di awal kelahiran, sehari ini bisa 1-1,5 kg kenaikannya. Sedangkan kalau sapi lokal masih di bawah 1 kg,” ujarnya. (Lingkar Network | Hanafi – Lingkarjateng.id)