Sikapi Keterbatasan Pupuk Subsidi, Petani Blora Didorong Gunakan Pupuk Organik

BLORA, Lingkarjateng.id – Sekjen Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Agung Heri menyinggung peralihan pupuk kimia ke pupuk organik sebagai salah satu alternatif yang bisa diambil petani untuk mengatasi siklus tahunan permasalahan pupuk bersubsidi di Blora.

Agung Heri yang juga merupakan Ketua Praja se-Kabupaten Blora ini menyebut bahwa petani Blora tak ambil pusing soal pupuk bersubsidi. Pasalnya, kalaupun tidak mendapatkan pupuk bersubsidi, petani pun lebih memilih menutup dengan non subsidi jika kurang.

“Karena realitanya pupuk bersubsidi selama ini juga petani tidak mendapatkan sesuai dengan RDKK. Jadi misal dalam dua hektar petani mendapatkan lima kuintal, ini hanya tiga atau 2,5 kuintal saja. Selebihnya mereka harus membeli pupuk dengan harga yang mahal, meski kemasannya bertuliskan subsidi,” tuturnya pada Senin, 17 Oktober 2022.

Siklus yang berulang setiap tahunnya itu, jelasnya, membuat para petani Blora jenuh. Sehingga hal ini memotivasi Agung Heri berinovasi untuk migrasi pupuk kimia ke pupuk organik.

“Migrasi dari pupuk kimia ke organik ini tidak mudah, karena kondisi tanah yang sudah tergantung dengan pupuk kimia. Jadi butuh treatment tanah yang tidak bisa setahun dua tahun, butuh waktu yang panjang,” jelasnya.

Sedangkan, lanjutnya, permasalahan yang dihadapi petani adalah benturan dengan produksi yang dihasilkan dari pupuk organik tidak seoptimal seperti menggunakan pupuk kimia. Orientasi ini berhubungan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat juga swasembada pangan yang telah dicanangkan oleh pemerintah.

“Saya sampai membentuk sekolah tani, petani saya ajak, saya datangkan konsultan. Ada konsultan organik untuk mendampingi onset di desa kami. sudah jalan dan sudah panen dua kali,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sebaiknya petani Blora menggunakan pupuk subsidi yang didapatkan saja, dan mengoptimalkan aplikasi pupuk organik sebagai penutup kekurangannya.

“Kita ini kan masih mendapatkan subsidi, ya sedapatnya ini sajalah yang kita pergunakan, nanti sisanya pakai organik. Tidak perlu membeli pupuk yang harganya mahal itu,” pesannya.

Menurutnya, jika pemerintah mau memakai teknologi digital untuk memudahkan pendistribusian pupuk bersubsidi, pemerintah harus mempertimbangkan unsur user friendly dari teknologi tersebut.

“Oke lah digital, tapi harus dilihat juga user-nya. Sebaiknya dibuat simple saja, dan digital itu harus user friendly (mudah digunakan, Red). Bukan hanya untuk wah-wahan saja, tapi pengguna tidak bisa menggunakan, ya sama saja,” tegasnya. (Lingkar Network | Lilik Yuliantoro – Koran Lingkar)