Jaga Budaya Bangsa, Milenial Blora Diajak Lestarikan Wayang Lewat Media Sosial

BLORA, Lingkarjateng.id – Peringatan Hari Wayang Nasional (HWN) jatuh setiap tahun di bulan November. Hal itu membuat Dalang Ki Nuryanto dari Desa Purwosari, Kecamatan Blora Kota sekaligus Pengasuh Sanggar Seni Cahya Sumirat mengajak milenial untuk selalu melestarikan wayang.

“Kabupaten Blora ini mempunyai kekayaan budaya dan kesenian yang sangat besar, terutama wayang kulit. Generasi milenial yang suka menonton wayang sepertinya tak banyak. Hal ini tentu disayangkan. Padahal banyak pesan moral yang disampaikan lewat pertunjukan wayang,” ucap Ki Nuryanto pada Senin, 7 November 2022.

Ki Nuryanto yang sejak duduk di Sekolah Dasar (SD) menekuni pedalangan menceritakan, memang sangat sulit bagi para seniman untuk bertahan dan melestarikan kesenian wayang. Namun, menurutnya, dengan adanya digitalisasi dapat menjadi sarana bagi seniman untuk berkreasi.

“Terdapat tiga masalah utama yang menjadikan wayang ditinggalkan oleh generasi muda, yaitu masalah bahasa, durasi pertunjukan, dan adanya hiburan lain. Seperti misalnya, bermain game, media sosial, televisi, atau nongkrong di kafe,” tuturnya.

Ia mengakui, bahwa ada banyak cara untuk mendekati generasi milenial supaya cinta terhadap wayang. Sebab, wayang merupakan satu identitas bangsa yang sejak dulu sudah ada.

“Semestinya pertunjukan wayang jadi salah satu jati diri bangsa, terutama terkait budaya. Kalau tidak dilestarikan seumur hidup, pasti terus dilupakan oleh generasi muda. Apalagi di zaman serba teknologi ini, para generasi muda lebih memilih gadget daripada wayang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ki Nuryanto menjelaskan, penyebaran konten-konten pewayangan di media sosial dapat membuat kaum milenial juga bisa mengenal karakter wayang. Sehingga, milenial akan dapat menjaga kelestarian wayang.

“Melalui momentum HWN, wayang harus bisa merasuk ke masyarakat khususnya milenial. Milenial bisa memanfaatkan gadgetnya untuk berkonten melalui film, misalnya cerita Mahabarata dijadikan film cerita berseri atau tokoh-tokoh pewayangan dijadikan inspirasi dalam karya fesyen. Minimal, anak muda bisa mengenal karakter dalam pewayangan,” ujarnya.

Terakhir, ia berharap, masyarakat kembali menggandrungi wayang untuk dipentaskan mengisi acara-acara yang mereka helat.

“Banyak para seniman yang kini harus memutar otak dan menjual properti pentas untuk bisa menyambung hidup. Apalagi pementasan wayang melibatkan banyak sekali seniman, diantaranya dalang, sinden, pengrawit gamelan, pemain dagelan,dan sebagainya. Sehingga, dengan masyarakat menanggap pementasan wayang dengan harga yang terjangkau bisa menggerakkan ekonomi banyak pekerja seni,” pintanya. (Lingkar Network | Lilik Yuliantoro – Koran Lingkar)