BLORA, Lingkarjateng.id – Kasi Geologi Mineral dan Batubara Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah Kendeng Selatan, Hadi Susanto, menyebutkan banyak usaha tambang galian C di Kabupaten Blora tak mengantongi izin. Padahal, terkait perizinan usaha pertambangan itu telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2022.
Menurut data ESDM baru ada 16 perusahaan penambangan yang sudah berizin tetapi belum selesai semua persyaratannya.
“Selebihnya, masih ada yang berproses peningkatan dari WIUP ke IUP eksplorasi dan ada juga yang sudah mendapatkan IUP ekplorasi,” ucap Hadi Santoso di Blora pada Jumat, 11 November 2022.
Hadi menjelaskan, perusahaan tambang yang tidak mempunyai izin sama sekali serta sudah melakukan kegiatan penambangan tidak tercatat di Dinas ESDM.
Sedangkan, dari 16 perusahaan tambang yang sudah berizin di Kabupaten Blora baru tiga perusahaan yang sudah selesai izin sampai IUP operasi produksi dan berhak untuk melakukan penambangan.
“Yang sudah berhak untuk melakukan kegiatan menambang adalah yang sudah memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi atau IUP kegiatan operasi produksi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihak penambang yang ngeyel melakukan kegiatan pertambangan padahal izin belum lengkap akan diberikan sanksi denda dan pidana.
“Kalau izin belum sampai ke operasi produksi, belum diberi hak untuk menambang. Nah, kalau masih melakukan kegiatan penambangan, maka ada sanksinya, tentunya kembali ke UU 3 tahun 2020 ada sanksi pidana di sana. Jadi, pemegang IUP tahap kegiatan eksplorasi yang sudah melakukan kegiatan tahap operasi produksi akan dikenakan pidana seperti di Pasal 160. Tuntutan pidananya 5 tahun dan denda 100 M,” tegasnya.
Dirinya menerangkan bahwa, izin pertambangan ada bermacam-macam serta tergantung jenis komoditas dan mineralnya.
“Untuk izin IUP operasi produksi jenis mineral bukan logam, itu bisa diberikan jangka waktu 10 tahun. Mineral bukan logam jenis tertentu, bisa diberikan jangka waktu 20 tahun. Sedangkan untuk jenis batuan atau termasuk tanah uruk, bisa diberikan jangka waktu 5 tahun,” bebernya.
Jika masyarakat mau mengurus izin pertambangan, pertama harus mempunyai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Batuan yang selanjutnya disebut WIUP. Setelah WIUP terbit, pihak bersangkutan bisa mengurus izin eksplorasi dengan berbagai persyaratan. Selanjutnya baru Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi.
Menurutnya, tidak ada kendala bagi penambang besar terkait izin tambang. Akan tetapi, di Blora ini banyak penambang kecil. Kecil dalam arti terkait permodalan serta sewa beli untuk lahan.
“Untuk penambang kecil, sebetulnya biaya yang diperlukan hanya biaya reklamasi dan cetak peta. Untuk biaya cetak peta hanya sekitar Rp 3 juta. Biaya reklamasi tergantung pasca tambang itu mau dibuat apa. Kalau memang nantinya mau dibuat lahan pertanian, perkebunan ataupun perumahan, ini tergantung berapa luasan yang mau direklamasi,” tandasnya. (Lingkar Network | Lilik Yuliantoro – Koran Lingkar)