Jadi Saksi Pelapor di Polda, AHS Sebut Sekda Jepara Gunakan Surat Palsu

SEMARANG, Lingkarjateng.id Kasus sengketa lahan yang terjadi antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara dengan AHS warga terkait lahan di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara terus berlanjut. AHS mendatangi Polda Jawa Tengah untuk memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda pada Rabu, 28 September 2022. Ia datang untuk memberikan keterangan sebagai saksi pelapor.

Ditemui di depan gedung Ditreskrimum Polda Jateng, AHS mengatakan bahwa kedatangan ke Polda untuk memberikan keterangan atas laporannya dengan terlapor Sekda Jepara, Edy Sujatmiko terkait sengketa lahan di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.

“Terkait laporan saya soal Sekda Jepara itu bukan terkait beliau menggunakan surat palsu, bukan terkait penggunaan membuat surat palsu, tapi penggunaan surat palsu. Jadi, hati-hati terkait sesuatu yang tidak benar. Jadi contoh sertifikat yang tidak benar, maka ada konsekuensi hukumnya. Jadi tidak bisa menggunakan,” tegasnya.

Perkara Sengketa Lahan, BPN Jepara Akui Mediasi Mentok

Ia menegaskan bahwa pelaporan Sekda Jepara adalah terkait menggunakan surat palsu.

“Jadi yang saya laporkan Pak Sekda itu terkait dengan menggunakan, beliau menggunakan Hak Pakai Nomor 14 digunakan dengan surat resmi, maka itu sudah bisa masuk dalam Pasal 263 ayat (2) yaitu menggunakan surat palsu, jadi perlu hati-hati untuk sesuatu yang tidak benar, karena penggunaan atau turunannya tetap tidak benar,” ucapnya.

Untuk perkembangan laporannya, AHS menerangkan jika saat ini penyidik masih melakukan penyelidikan dan pendalaman.

“Barusan saya sudah ketemu dengan penyidik juga. Saya sudah diperiksa terkait saksi pelapor. Kita juga memberikan pemahaman pada beliau bahwa yang kita laporkan terkait penggunaan sertifikat, jadi bukan pembuatan sertifikat. Yang kita laporkan terkait menggunakan, jadi yang saya laporkan tadi penggunaan sertifikat yang diduga palsu. Nah ini perkembangannya ‘kan akhirnya ke proses pembuatan sertifikat yang diduga palsu, itu yang saya laporkan,” ucapnya.

AHS menguatkan data bahwa sertifikat miliknya terbit tahun 1982, sementara yang milik Pemkab Jepara terbit tahun 2017.

“Perolehannya itu saya menduga tidak benar, karena kita sudah tahu, dari Leter C ada 24 bidang yang dimohon akhirnya terbit. Itu dari 7 orang itu gak benar. Satu contoh Leter C tidak dicoret. Harusnya kalau sertifikat diajukan, maka ada pencoretan. Ada yang namanya Panitia A yang harus turun untuk meneliti data fisik dan yuridis. Terus yang kedua, dalam Leter C gak ada tahun. Jadi setelah tahun 1960 harus ada tahun peralihan. Nah, tahun peralihan ini dalam Leter C itu tidak ada, sehingga mau tahun berapa saja dibuat kita juga tidak tahu,” lanjut AHS.

Terkait klaim dari Pemkab Jepara yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan aset Pemerintah Daerah setempat, AHS mengaku heran dengan pernyataan Pemkab Jepara.

“Pemkab Jepara sebetulnya saya juga nggak tahu, landasan hukumnya juga terkesan mengada-ada. Contoh negur saya dengan PP Nomor 27 Tahun 2014, padahal PP ini harusnya PP Nomor 28 Tahun 2020 yang digunakan. Karena PP Nomor 27 Tahun 2014 itu sudah diubah. Nah di Pasal 42 dijelaskan bahwa kepemilikan itu bukan hanya sertifikat saja, ini perolehannya juga perlu diketahui, lha ini di Pasal 42 sudah dijelaskan sangat jelas, ayat 2 yang dimaksud dengan pengamanan administrasi antara lain melakukan pengadministrasian dokumen kepemilikan, tidak hanya berupa sertifikat tanah, melainkan dokumen perolehan,” terangnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pemkab Jepara melayangkan surat teguran kepada AHS selaku pemilik lahan dengan tuduhan pendirian bangunan ilegal yang berlokasi di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.

Permasalahan terjadi karena AHS merasa memiliki hak atas tanah berdasarkan kepemilikan akta jual beli dan sertifikat hak milik (SHM) Nomor 454 Tahun 1982 Gu tanggal 18/08/1982 Nomor 2983/1982 seluas 20.237 meter persegi. 

Sementara itu, Pemkab Jepara yang diwakili oleh Sekda Jepara, Edy Sujatmiko ngotot kalau tanah tersebut merupakan milik Pemkab Jepara berdasar Hak Pakai Nomor 14. (Lingkar Network | Mualim – Koran Lingkar)