Hadapi Bisnis Baju Bekas Impor, Asosiasi Tekstil Minta Keringanan Suku Bunga Bank

DENPASAR, Lingkar.news Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Bali meminta keringanan, salah satunya tingkat suku bunga bank, agar dapat meningkatkan daya saing guna menghadapi bisnis baju bekas impor.

“Impor pakaian bekas ini mendisrupsi pasar lokal,” kata Ketua API Bali Dolly Suthajaya, di Denpasar, pada Senin, 20 Maret 2023.

Ia mengharapkan, tingkat suku bunga bank untuk industri tekstil ditekan hingga enam persen dari bunga saat ini yang dinilai masih tinggi kisaran 11-12 persen.

Tingkat bunga bank, tambahnya, menjadi salah satu bagian yang membentuk Harga Pokok Produksi (HPP), selain biaya komponen bahan baku, tenaga kerja hingga operasional lain seperti listrik dan transportasi.

Pro Kontra Thrifting, DPR RI Adian Sebut Baju Bekas Impor Tak Ganggu UMKM Lokal

Ia mengatakan, industri tekstil merupakan industri padat karya dengan memberdayakan banyak tenaga kerja, berorientasi ekspor, dan mendorong kreativitas.

“Baju bekas penuh di pasaran dikhawatirkan menghentikan kreasi dan produksi, juga mematikan industri kreatif di Bali,” ujarnya.

Di Bali, tercatat ada 60 pelaku usaha tekstil yang tergabung dalam asosiasi dan sebagian di antaranya berskala kecil.

Pada sisi lain, lanjutnya, pengusaha tekstil juga melaksanakan kewajiban membayar pajak termasuk membayar bea masuk untuk bahan baku pendukung tekstil dengan tarif yang tinggi, yakni sekitar 32 persen dari total nilai barang.

Mendag Zulhas Musnahkan 730 Bal Baju hingga Tas Bekas Impor

Belum lagi biaya lain seperti sewa gudang hingga kewajiban untuk karantina.

Sedangkan, kata Dolly, impor pakaian bekas sesuai dengan namanya tidak memiliki nilai lagi dan tidak memberikan pemasukan kepada negara khususnya terkait pajak dan bea cukai ketika dibawa masuk ke Indonesia.

“Ekonomi siluman itu tidak jelas pajak impornya, itu harus diberantas atau dikenakan pajak tinggi supaya semua berkontribusi pajak,” ucapnya.

Bisnis Baju Bekas Impor Dinilai Ancam Industri Tekstil Dalam Negeri

Padahal, menurutnya, di sejumlah negara tidak menerima impor pakaian bekas karena terkait kesehatan lingkungan. Sehingga, pelaku yang bergerak di sektor pakaian bekas, justru meraup untung meski menjual dengan harga murah atau jauh di bawah HPP.

Di sisi lain, persoalan daya saing juga membuat sebagian produk tekstil Tanah Air justru belum merajai sejumlah pusat perbelanjaan, karena harus bersaing dengan produk dari Vietnam, China, dan Bangladesh.

“Mudah-mudahan nanti berhasil diberantas impor pakaian bekas, sehingga industri tekstil dan produk tekstil di Bali bangkit lagi dan semangat lagi berkreasi,” tuturnya.

Pemerintah melarang ekspor pakaian bekas yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang barang dilarang ekspor dan impor. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)